Selasa, 08 Februari 2011

Teori Van Hiele

Teori Van  Hiele 
1.      Tingkat Perkembangan Berpikir Anak dalam Geometri 
            Menurut teori van  Hiele, seseorang akan melalui lima tingkatan hierarkis pemahaman dalam belajar geometri (van  Hiele, 1999:311; van  de Walle, 1994: 325-326; D’Augustine dan Smith, 1992:276; Clements dan Battista, 1992:426-428; Fuys, dkk. 1988:5; Crowley, 1987:2-3; Burger & Shaughnessy, 1986b:1). Lima tingkatan tersebut adalah visualisasi, analisis, deduksi informal, deduksi, dan rigor. Setiap tingkat menunjukkan proses berpikir yang digunakan seseorang dalam belajar konsep geometri. Tingkatan-tingkatan itu menunjukkan bagaimana seseorang berpikir dan tipe ide-ide geometri apa yang dipikirkan; jadi bukan me-nunjukkan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki siswa.

Tingkat 0: Visualisasi

            Tingkat ini sering disebut tingkat pengenalan. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri, misalnya persegi, persegipanjang, segitiga, jajargenjang. Namun bentuk-bentuk geometri yang dikenal anak semata-mata didasarkan pada karakteristik visual atau penampakan bentuknya secara keselu-ruhan, bukan perbagian. Dalam mengidentifikasi bangun, mereka seringkali menggunakan prototipe visual. Sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa ba-ngun yang diketahui adalah persegipanjang, karena seperti daun pintu. Anak belum menyadari adanya sifat-sifat dari bangun geometri.
Pada tingkat ini anak-anak sudah mengenal persegipanjang. Hal ini  ditun-jukkan dengan cara dia dapat memilih persegipanjang dari kumpulan bangun geometri lainnya. Namun demikian, anak-anak tidak bisa menyebutkan sifat-sifat persegipanjang. Pada tingkat ini anak-anak belum dapat menerima sifat geometri atau memberikan karakteristik terhadap bangun-bangun yang ditunjukkan. Meski-pun suatu bangun telah ditentukan berdasarkan karakteristiknya, tetapi anak-anak pada tingkat ini belum menyadari karakteristik itu. Pada tingkat ini pemikiran anak-anak didominasi oleh persepsi belaka.
Tingkat 1: Analisis
            Tingkat ini juga disebut tingkat deskripsi. Pada tingkat ini anak-anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri yang didasarkan pada analisis infor-mal tentang bagian-bagian bangun dan atribut-atribut komponennya. Pada tingkat ini mulai banyak adanya analisis terhadap konsep-konsep geometri. Anak-anak dapat mengenali dan menentukan karakteristik bangun berdasarkan sifat-sifatnya. Melalui pengamatan, eksperimen, mengukur, menggambar, dan memodel, siswa dapat mengenali dan membedakan karakteristik suatu bangun. Anak-anak melihat bahwa suatu bangun mempunyai bagian-bagian tertentu yang dapat dikenali. Namun demikian anak-anak belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat yang satu dengan sifat yang lain, anak-anak sama sekali belum bisa melihat hubungan antara beberapa bangun, dan definisi abstrak belum atau tidak dapat dimengerti. Suatu contoh, anak belum bisa menyatakan bahwa persegipan-jang juga merupakan jajargenjang.
Tingkat 2: Deduksi Informal
Tingkat ini sering disebut tingkat abstraksi atau tingkat pengurutan. Pada tingkat ini anak-anak dapat melihat hubungan antar sifat-sifat dalam satu bangun.  Misal, dalam belahketupat, sisi yang berhadapan sejajar mengharuskan sudut-sudut yang berhadapan sama besar. Siswa juga dapat melihat hubungan sifat diantara beberapa bangun. Suatu contoh, belahketupat adalah jajargenjang karena sifat-sifat jajargenjang juga dimiliki oleh belahketupat. Siswa dapat mengurutkan secara logis sifat-sifat bangun. Misalnya, siswa menyatakan bahwa persegi juga merupakan belah ketupat dan belah ketupat juga merupakan jajargenjang. Siswa dapat menyusun definisi dan menemukan sifat-sifat bangun melalui induktif atau deduksi informal. Definisi yang dibangun tidak hanya berbentuk deskripsi tetapi merupakan hasil dari pengaturan secara logis dari sifat-sifat konsep yang didefini-sikan. Sebagai contoh, siswa dapat menunjukkan bahwa jumlah ukuran sudut-sudut segiempat adalah 360o sebab setiap segiempat dapat didekomposisi menjadi dua segitiga yang masing-masing sudutnya 180o, tetapi mereka tidak dapat menje-laskan secara deduktif.
Tingkat 3: Deduksi
            Pada tingkat ini berpikir deduksi siswa sudah mulai berkembang dan penalaran deduksi sebagai cara untuk membangun struktur geometri dalam sistem aksiomatik telah dipahami. Hal ini telah ditunjukkan siswa dengan membuktikan suatu pernyataan tentang geometri dengan menggunakan alasan yang logis dan deduktif. Suatu contoh, siswa telah mampu menyusun bukti jika sisi-sisi berha-dapan suatu segiempat saling sejajar maka sudut-sudut yang berhadapan sama besar. Struktur deduktif aksiomatik yang lengkap dengan pengertian pangkal, postulat/aksioma, definisi, teorema, dan akibat yang secara implisit ada pada tingkat deduksi informal, menjadi objek yang eksplisit dalam pemikiran anak pada tingkat ini. Siswa telah mampu mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Timbal balik antara syarat perlu dan syarat cukup dipahami. Perbedaan antara pernyataan dan konversnya dapat dimengerti siswa.  
Tingkat 4: Rigor
            Pada tingkat ini siswa dapat bekerja dalam berbagai struktur deduksi aksiomatik. Siswa dapat menemukan perbedaan antara dua struktur. Siswa mema-hami perbedaan antara geometri Euclides dan geometri non-Euclides. Siswa me-mahami aksioma-aksioma yang mendasari terbentuknya geometri non-Euclides.terima kasih, semoga bermanfaat.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More