Senin, 25 April 2011

Perkembangan Dunia Pendidikan Di Indonesia

Perkembangan Dunia Pendidikan Di Indonesia


Semenjak orde baru, khususnya mulai PELITA I, perkembangan sektor pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat. Pemerintah memberikan prioritas yang tinggi pada perkembangan sektor pendidikan didasarkan pada asumsi bahwa dengan pendidikanlah pembangunan ekonomi Indonesia akan berhasil dengan baik. Didukung dari hasil minyak bumi, gas alam, pajak, dan industri dan lain-lain maka perkembangan sarana fisik, khususnya gedung sekolah dasar dapat dilaksanakan pada tingkat yang luar biasa. Puluhan guru diangkat, ratusan judul buku paket dicetak, training dan bentuk latihan peningkatan kualitas guru diselenggarakan. Dan hasilnya secara statistik perkembangan pendidikan di Indonesia sangat menggembirakan. Namun dibalik perkembangan di atas, dunia pendidikan di Indonesia masih menghadapi problema yang berat, yang dapat dikategorikan menjadi:
  1. Internal in-effeciency.
Ini berujud dalam bentuk tingginya angka drop-out dan angka repeaters (ulang kelas yang sama / tidak lulus). Apalagi pada pengumuman kelulusan UAN tahun pelajaran 2005/2006 ada beberapa sekolah 0 % artinya tidak ada yang lulus. Namun ada juga sekolah yang kelulusan siswanya mencapai 100%. Sehingga terjadi kontroversi ada pihak yang setuju dan tidak setuju kalau nilai UAN yang dijadikan standar kelulusan siswa pada setiap jenjang sekolah.
  1. Eksternal in-efficiency.
Eksternal in-efficiency ini berujud lulusan pendidikan tidak dapat diserap oleh pasar tenaga kerja ataupun dapat dipakai tetapi antara pekerjaan yang dilakukan berbeda dengan pendidikan yang diperoleh. Sedang ketidakmerataan pendidikan berujud adanya perbedaan memperoleh kesempatan pendidikan antara laki-laki dan wanita, antara penduduk kota dan penduduk desa dan antara kaya dan miskin.
  1. Ketidakmerataan kesempatan pendidikan.
Sedangkan ketidakmerataan kesempatan mendapatkan pendidikan bisa dilihat dari sex, tempat tinggal, dan terutama menurut status sosial ekonomi. Teori klasik menyatakan bahwa pendidikan akan menjembatani jurang antara kelompok kaya dan kelompok miskin di masyarakat sudah banyak mendapatkan kritikan dan tantangan. Teori-teori dependency, dengan bukti-bukti empiris dari dunia kerja, menunjukkan bahwa justru pendidikan memperbesar jurang kaya dan miskin. Sebab pada diri pendidikan itu sendiri terdapat stratifikasi sosial (karabel dan Halsey, 1977).
Kalau ketidakmerataan memperoleh pendidikan menurut sex dan desa/kota, sudah mulai dapat diperkecil dengan berbagai kebijakan pendidikan yang telah dilaksanakan, tidak demikian dengan ketidakmerataan pendidikan di antara penduduk miskin dan kaya. Perbedaan pendidikan menurut status ekonomi antara kaya dan miskin masih sulit untuk dipecahkan. Hal ini erat kaitannya dengan kualitas sekolah. Kualitas sekolah dan juga jenis atau jurusan akan menentukan status di masa depan. Sedangkan sebagian besar anak didik yang bisa memperoleh sekolah yang juga relatif rendah kualitasnya. Hal ini tidak mengherankan, karena anak didik yang dapat memenuhi kualifikasi untuk masuk sekolah favorit sebagian besar adalah anak dari keluarga yang relatif mampu, yang memang secara rill lebih pandai.
Permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia tidak lepas dari kualitas tenaga pendidikan dalam hal ini guru. Karena guru memiliki peran sebagai pendidik. Guru merupakan ujung tombak terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Namun kita tahu pada diri guru itu sendiri memiliki banyak permasalahan yang sampai pada hari ini belum dapat terselesaikan sesuai dengan tuntutan dan harapan guru sebagai pendidik. Seorang pendidik harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan kebutuhan untuk itu belum dapat dipenuhi dari penghasilan yang diperoleh sebagai imbalan yang diberikan pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan. Ini dapat dibandinkan dengan tenaga profesi lain seperti arsitek jika mereka ketemu yang dia bahas bagaimana merancang suatu bangunan supaya dapat berdiri kokoh dan berkualitas, dokter juga begitu bagaimana menangani suatu pasien yang memiliki gangguan kesehatan tertentu agar cepat sembuh, tetapi apa yang diperdebatkan oleh seorang guru bila ketemu dengan teman seprofesinya, bagaimana mereka bisa menyelesaikan potongan gajinya yang setiap bulan untuk memenuhi cicilan rumah atau motor kreditnya. Tapi Alhamdulillah walaupun mereka mengalami hal seperti itu mereka tetap memikirkan tuntutan utama yang harus dipenuhi oleh seorang guru, bagaimana membekali diri sehingga apa yang dimiliki dapat menjadi bekal untuk memenuhi kewajibannya sebagai pendidik. Tak lepas dari itu masih banyak yang mempengaruhi permasalahan pendidikan kita.
Maka pendekatan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan tentang guru dapat digunakan pendekatan macrocosmics dan microcosmics. Pendekatan macrocosmics berarti permasalahan guru dikaji dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain di luar guru. Hasil pendekatan ini adalah bahwa rendahnya kualitas guru dewasa ini di samping muncul dari keadaan guru sendiri juga sangat terkait dengan faktor-faktor luar guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas guru, antara lain: a) penguasaan guru atas bidang studi, b) penguasaan guru atas metode pengajaran, c) kualitas pendidikan guru, d) rekrutmen guru, e) Konpensasi guru, f) Status guru di masyarakat, g) manajemen sekolah, h) dukungan masyarakat, dan i) dukungan pemerintah.
Penguasaan guru atas bidang studi yang akan diajarkan kepada siswa merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya. Sebab, dengan materi bidang studi tidak saja guru akan mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi lebih dari pada itu, dengan materi bidang studi itu guru akan menanamkan disiplin, mengembangkan critical thinking, mendorong kemampuan untuk belajar lebih lanjut, dan yang tidak kalah pentingnya adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan itu sendiri pada diri siswa.
Penguasaan kemampuan guru dibidang metodologi pengajaran juga penting. Tetapi perlu dicatat bahwa, kemampuan metode dalam pengajaran yang dimiliki oleh guru masih perlu ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan.
Rendahnya penguasaan guru pada bidang studi tidak lepas dari kualitas pendidikan guru dan rekrutmen calon guru. Pada tahun 2004 kembali terdapat perubahan kurikulum pendidikan yang terjadi tidak bisa dilepaskan begitu saja pada pemahaman akan hakikat profesi guru. Lanjut pada tahun 2006 diaplikasikan lagi kurikulum KTSP. Implikasi perubahan ini tidak menuntut pendidikan dapat menghasilkan lulusan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service training bagi soft-profession amat pentng. Barangkali wartawan, advokat, dan guru merupakan contoh dari kategori profesi ini.
Kualitas guru tidak bisa dilepaskan dari konpensasi yang mereka terima dan status guru di masyarakat. Namun, konpensasi atau gaji guru tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi suatu negara. Artinya, perbandingan gaji guru antar negara akan tidak pas kalau tidak ditimbang dengan kemakmuran bangsa tersebut. Gaji guru di Malaysia lebih besar dibandingkan dengan gaji guru di Indonesia, secara absolut. Namun, perbandingan akan berbeda manakala kedua gaji tersebut diperbandingkan dengan pendapatan perkapita negara masing-masing. Oleh karena itu, bukan hanya gaji guru yang penting melainkan bagaimana dukungan masyarakat dan pemerintah bagi kesejahteraan dan status guru. Lagu “Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” sangat mulia dan terhormat. Dalam setiap kesempatan wisuda sering lagu tersebut diperdengarkan, dan hadirin terbuai dengan kesyahduan. Namun, barangkali bagi guru sendiri akan lebih senang kalau lagu diubah menjadi “Guru Pahlawan Penuh Tanda Jasa”. Dengan demikian, kelak tidak hanya muballigh yang ber BMW atau ber-Mercy, tetapi juga para guru akan berinova atau ber-terrano, simbol kemakmuran masyarakat dewasa ini. Namun, barangkali merupakan suatu kemustahilan, paling tidak untuk jangka pendek, untuk merealisir kompensasi guru yang memadai kalau hanya bersandarkan kepada anggaran pemerintah. Barangkali sudah masanya untuk dipikirkan mobilisasi dana pendidikan atau dana kesejahteraan guru yang berasal dari masyarakat. Kalau untuk keperluan lain dana mudah diperoleh misalnya untuk prestasi olahraga, mengapa tidak bisa prestasi guru. Disinilah letaknya, partisipasi orang tua dan dukungan masyarakat mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas guru.
Karena selama ini telah dilakukan upaya peningkatan kualitas guru dengan penataran untuk meningkatkan kemampuan tidak cukup. Sebab masih ada faktor lain yang perlu sentuhan, yakni semangat dedikasi guru dan kesejahteraannya. Mudah-mudahan dengan adanya Undang-undang Guru dan Dosen dapat memberikan solusi tentang permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia.
Dari seluruh uraian diatas, maka tugas negara dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia meliputi:
1. Memperluas dan meratakan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Memperbaharui sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5. Memperbaharui dan memantapkan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.
Akhir kata dari guru yang berjasa pada bidang pendidikan semoga dengan sekian regulasi kebijakan sistem pendidikan nasional yang ada dapat mengantarkan kita menjadi bangsa yang terhormat, bermartabat, bermoral, dan mandiri. Wassalam.

Kamis, 14 April 2011

6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah

6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:
  1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
  2. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
  3. pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
  4. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
  5. pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
  6. pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

TEORI BELAJAR GAGNE

Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang mengembangkan pendekatan perilaku yang eklektik. Teori belajar yang dikembangkannya dapat dikelompokkan menjadi tiga macam konsep belajar yaitu: (1) Hasil Belajar Gagne, (2) Kejadian-kejadian Belajar, dan (3) Kejadian-kejadian Intruksi.

A. Hasil-hasil Belajar Gagne
Dalam mengajar kita harus merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran itulah yang akan kita jadikan sebagai tolok ukur dari hasil belajar siswa. Gagne memaparkan lima tujuan belajar yang bersifat kognitif, psikomotor, dan afektif. Hasil belajar ini berwujud penampilan-penampilan yang disebut kemampuan-kemampuan (capabilities). Di antaranya bersifat kognitif, yaitu: keterampilan intelektual, strategi-strategi kognitif, dan informasi verbal.
1. Keterampilan Intelektual
Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah diskriminasi-diskriminasi, konsep-konsep konkret, konsep terdefinisi, aturan-aturan, dan aturan-aturan tingkat tinggi.
1.1 Diskriminasi-diskriminasi, merupakan suatu konsep kemampuan untuk mengadakan respons-respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik.
1.2 Konsep-konsep konkret, menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek. Dalam hal ini diyakini bahwa penampilan manusia merupakan sebuah konsep yang konkret. Belajar konkret merupakan prasyarat dari belajar abstrak.
1.3 Konsep terdefinisi, mensyaratkan kemampuan mendemonstrasikan arti dari kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan.
1.4 Aturan-aturan, menunjukkan bagaimana penampilan mempunyai semacam "keteratuan" dalam berbagai situasi khusus. Dalam hal ini konsep terdefinisi merupakan merupakan suatu bentuk khusus dari aturan yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek, dan kejadian-kejadian. Dapat pula dikatakan bahwa konsep terdefinisi merupakan suatu aturan pengklasifikasian.
1.5 Aturan-aturan tingkat tinggi, merupakan gabungan dari berbagai aturan-aturan sederhana yang dipergunakan untuk memecahkan masalah. Aturan-aturan yang kompleks atau aturan-aturan tingkat tinggi ditemukan untuk memecahkan suatu masalah praktis atau sekelompok masalah.
2. Strategi-strategi kognitif
Stategi-strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar mengingat, dan berpikir.
2.1 Strategi-strategi menghafal, yaitu siswa melakukan latihan tentang materi yang dipelajari dalam bentuk pengulangan terus-menerus.
2.2 Strategi-strategi elaborasi, yaitu siswa mengasosiakan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Misalnya mempelajari puisi dengan cara memparafrasekan puisi tersebut.
2.3 Strategi-strategi pengaturan, yaitu mempelajari materi dengan menyusun kerangka yang teratur dari materi tersebut.
2.4 Strategi-strategi metakognitif, meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkiran keberhasilan pencapain tujuan itu, dan memilih alternatif untuk mencapai tujuan itu.
2.5 Strategi-strategi afektif, yaitu teknik yang digunakan siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian, mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif.
3. Informasi verbal adalah informasi yang diperoleh dari belajar di sekolah, kata-kata yang diucapkan orang, membaca, radio, televisi, dan media yang lain.
4. Sikap-sikap
Sikap-sikap yang umum biasanya disebut dengan nilai. Sikap-sikap ini ditujukan pada perilaku-perilaku sosial seperti kata-kata kejujuran, dermawan, dan istilah-istilah lain yang lebih moralitas.
5. Keterampilan-keterampilan motorik
Keterampilan motorik tidak hanya meliputi kegiatan fisik, tetapi jugakegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan kegiatan-kegiatan intelektual, misalnya membaca dan menulis.

B. Kejadian-kejadian Belajar
Kejadian-kejadian belajar merupakan fasa-fasa belajar yang terdiri atas fasa motivasi, pengenalan, pemerolehan, retensi, pemanggilan, generalisasi, penampilan, dan umpan balik.

C. Kejadian-kejadian Instruksi
Menurut Gagne bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi; kejadian-kejadian instruksi dapat pula diterapkan pada belajar penemuan, belajar di luar kelas atau belajar di dalam kelas. Tetapi kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne merupakan kejadian-kejadian instruksi yang terjadi pada guru ketika menyampaiakn pelajaran pada sekelompok siswa. Yang termasuk dalam kejadian-kejadian instruksi tersebut antara lain adalah: (1) mengaktifkan motivasi (activating motivation), (2) memberi tahu tujuan-tujuan belajar, (3) mengarahkan perhatian (directting attention), (4) merangsang ingatan (stimulating recall), (5) menyediakan bimbingan belajar, (6) meningkatkan retensi (enhancing retention), (7) melancarkan transfer belajar, dan (8) mengeluarkan penampilan; memberikan umpan balik.

1. Mengaktifkan motivasi
Kejadian ini merupakan langkah pertama dalam setiap pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan tujuan memberikan motivasi belajar pada siswa.
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
Pada langkah kedua ini guru menyampaikan tujuan belajar agar siswa mengetahui latar belakang penyampaian materi serta mengetahui apa yang akan dipelajari. Tahap ini biasanya dirumuskan dengan tujuan instruksional khusus/tujuan pembelajaran.
3. Mengarahkan perhatian
Gagne mengemukakan du bentuk perhatian yaitu perhatian yang berbentuk stimulus dan perhatian yang berbentuk persepsi selektif.
4. Merangsang ingatan
Mengingat pelajaran yang telah lampau dengan cara pemberian kode pada informasi yang berasal dari memori jangka pendek. Guru dapat melakukannya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merupakan suatu pengulangan.
5. Menyediakan bimbingan belajar
Bimbingan belajar ini dimaksudkan untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang. Dapat dilakukan dengan mengaitkan informasi baru pada pengalaman siswa.
6. Meningkatkan retensi
Retensi atau bertahannya materi dapat dilakukan dengan banyak kali pengulangan terhadap materi tersebut.
7. Membantu transfer belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Pada transfer belajar diperlukan penguasaan konsep-konsep, fakta-fakta, keterampilan-keterampilan oleh para siswa.
8. Mengeluarkan penampilan dan memberikan umpan balik
Guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar.

Berdasarkan analisis dari kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan agar guru memperhatikan kejadian-kejadian instruksi yang bisa dihubungkan dengan fasa-fasa belajar, serta hierarki belajar.
Silva Method Superstars
 Weight Loss Secrets Downloads

$24.99 US

Silva Method Superstars Weight Loss Secrets Downloads

buy and sell > health, beauty, fragrance, special needs
Get the body you want If you are serious about losing weight, the Superstars Weight Loss Program will guide you step-by-step to do just that. The power of habits is studied in detail in these recordings, and you will probably learn things you never knew before. Then you will practice relaxing and entering the alpha brain wave level, a level where you can re-program your subconscious mind. You will use the proven techniques of the Silva Method to reach your goals. Also included are exercise tips and Jose Silva s Mental Rehearsal conditioning cycle that you can use any time you desire, as often as you like, to help get your body into top physical condition and keep it there. Use your mind to control your weight with these techniques developed by Jose Silva and proven effective by countless Silva Method graduates over the last 40 years.

Rabu, 13 April 2011

tips menghadapi ujian nasional

Ujian Nasional (UN), sejak dari pertama diberlakukan sampai sekarang belum lepas dari kontroversi. Ada pihak yang mendukung terhadap pelaksanaan UN, tapi juga tidak sedikit pihak yang menyayangkan atas diberlakukannya UN dan meghendaki UN sebaiknya ditiadakan. Tetapi walau demikian adanya pemerintah tetap pada keputusan untuk melaksanakan UN sebagai salah satu standar kelulusan.

Walapun demikian adanya, kita sebagai pendidik, orang tua ataupun siswa tidak perlu berpolemik terhadap hal tersebut, toh UN tetap akan dilaksanakan dan kita akan menghadapinya. Yang harus kita lakukan sekarang adalah mempersiapkan matang-matang untuk menghadapinya. Dengan harapan hasil yang akan kita capai sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan baik itu orang tua, sekolah, ataupun siswa itu sendiri:

Bagi Siswa, usaha yang bisa dilakukan agar berhasil dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) adalah:
1.Selalu berdo’a dan memohon dido’akan. Karena ini adalah kewajiban kita untuk selalu memohon kepada Tuhan untuk segala keberhasilan dan kebaikan kita.
2.Biasakan shalat 5 waktu berjama’ah, shalat tahajud, shalat dhuha, serta amalan-amalan lainnya bagi muslim. Bagi yang non muslim sesuai dengan keyakinan dan ajarannya masing-masing.
3.Mohon doa restu dari orang tua.
4.Hadapilah ujian dengan tenang.
5.Bersikaplah proaktif.
6.Perbanyaklah baca dan latihan soal.
7.Belajar kelompok.
8.Menyusun rencana-rencana belajar mingguan, harian dan jam untuk rencana sesi belajar yang akan dilakukan.
9.Mengurangi waktu bermain dan memperbanyak waktu belajar.

Bagi Orang Tua, yang bisa dilakukan oleh orang tua:
1.Selalu berdo’a. Karena ini adalah kewajiban kita untuk selalu memohon kepada Tuhan untuk segala keberhasilan dan kebaikan kita.
2.Membiasakan shalat 5 waktu, shalat tahajud, shalat duha, puasa sunnah, serta amalan-amalan lainnya bagi muslim. Bagi yang non muslim sesuai dengan keyakinan dan ajarannya masing-masing.
3.Membuat kondisi belajar di rumah yang menyenangkan.
4.Kurangi beban/tugas anak, beri kesempatan belajar yang lebih banyak.
5.Kurangi waktu bermain anak yang kurang bermanfaat, seperti: main Play station, ber-Facebook-ria, keluar rumah dengan motor.
6.Berikan motivasi dan semangat belajar kepada anak.
7.Jangan selalu dimarahi. Perlakukan anak sebagai orang dewasa, ajak diskusi.
8.Beri waktu istirahat yang cukup.
9.Kendalikan dari kegiatan di luar sekolah.

Bagi Sekolah, yang bisa dilakukan oleh sekolah:
1.Melaksanakan ujian try out.
2.Melaksanakan Les.
3.Pemadatan jam pembelajaran materi UN.
4.Konseling siswa denagn konselor dan guru BK.
5.Bimbingan Emotional Spiritual Qustion (ESQ).
6.Pembiasaan shalat dhuha dan jama’ah dhuhur di sekolah.

Model Lesson Study

Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.


Model Examples Non Examples

Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Metode Team Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Metode Jigsaw

Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Numbered Heads Together

Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
• Setiap siswa menjadi siap semua.
• Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
• Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
• Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
• Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Picture and Picture

Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Cooperative Script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
• Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
• Setiap siswa mendapat peran.
• Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
• Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
• Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

Metode Role Playing

Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode Debat

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Pembelajarasn Efektif

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.

Senin, 11 April 2011

Model Pembelajaran Kooperatif: 4 Tahapan Belajar Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif: 4 Tahapan Belajar Kooperatif Jika seorang guru ingin melaksanakan model pembelajaran kooperatif di dalam kelasnya atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru harus memperhatikan dan merencanakan dengan matang agar pada pembelajarannya tersebut terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif, yang akan dikuasi siswa.
Keempat tahapan keterampilan kooperatif itu adalah sebagai berikut:
a. Forming (pembentukan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok yang solid dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b. Functioniong (pengaturan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama di antara anggota kelompok.
c. Formating (perumusan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang sedang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d. Fermenting (penyerapan), yaitu suatu keterampilan koperatif yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, memunculkan konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
Banyak sekali teknik pembelajaran kooperatif yang dapat dilakukan guru selama penerapan model pembelajaran kooperatif di kelasnya sehingga keempat tahapan keterampilan kooperatif di atas dapat dikuasai oleh siswa, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mencari Pasangan (Make A Match)
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep.
- Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
- Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
b. Bertukar Pasangan
- Setiap siswa mendapatkan satu pasangan.
- Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
- Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain.
- Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban.
- Temuan baru yang diperoleh dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
c. Kepala Bernomor (Numbered Heads Together)
- Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
- Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
- Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
- Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
d. Keliling Kelompok
- Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang dikerjakan.
- Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya.
- Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.
e. Kancing Gemerincing
- Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
- Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.
- Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya.
- Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua rekannya habis.
f. Dua Tinggal Dua Tamu
- Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat.
- Setelah selesai, dua orang dari setiap kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain.
- Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
- Tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya kemudian melaporkan hasil temuannya.
- Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka

Pembelajaran Kooperatif (Kilasan Singkat)

Pembelajaran Kooperatif (Kilasan Singkat)

Pembelajaran Kooperatif (Kilasan Singkat)

Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar mengajar yang bermanfaat dengan jalan mengelompokkan siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda kedalam kelompok-kelompok kecil. Ada empat elemen dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Saling ketergantungan positif
b. Interaksi tatap muka
c. Akuntabilitas individual
d. Ketrampilan dalam menjalin hubungan interpersonal

Besar kelompok dalam pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari dua sampai enam anak. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya kelompok belajar, yaitu:
(1) kemampuan anak;
(2) ketersediaan bahan/material pembelajaran;
(3) Ketersediaan waktu.

Pengelompokan anak dalam pembelajaran kooperatif hendaknya secara
heterogen, sehingga kelompok memilih anggota yang tergolong berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:
(1) hasil belajar akademik;
(2) penerimaan terhadap keberagaman;
(3) pengembangan keterampilan sosial.

Berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut:
• Memungkinkan pada siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan
• Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
• Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik
• Meningkatkan motivasi belajar intrinsik
• Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar
• Meningkatkan hubungan positif antara siswa dengan guru dan personil sekolah
• Meningkatkan padangan siswa terhadap guru yang bukan hanya pengajar tapi juga pendidik

Kelemahan model pembelajaran kooperatif

Kelemahan model pembelajaran kooperatif

Kelemahan model pembelajaran kooperatif

Kelemahan model pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran dilakuakan di luar kelas seperti di laboratorium matematika, aula atau di tempat yang terbuka.
b. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang pada hasil jerih payahnya. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan sebab dalam model pembelajaran kooperatif bukan kognitifnya saja yang dinilai tetapi dari segi afektif dan psikomotoriknya juga dinilai seperti kerjasama diantara anggota kelompok, keaktifan dalam kelompok serta sumbangan nilai yang diberikan kepada kelompok.
c. Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Karakteristik pribadi tidak luntur hanya karena bekerjasama dengan orang lain, justru keunikan itu semakin kuat bila disandingkan dengan orang lain.
d. Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut. Dalam model pembelajaran kooperatif pembagian tugas rata, setiap anggota kelompok harus dapat mempresentasikan apa yang telah didapatnya dalam kelompok sehingga ada pertanggungjawaban secara individu.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dapat memotivasi belajar siswa dimana kekurangan yang mungkin terjadi dapat diminimalisirkan.

think pair share

Think-Pair-Share
Salah satu cara termudah untuk mem-buat siswa berpikir tentang suatu isu atau topik dalam kelas adalah dengan menggu-nakan “think-pair-share” atau” write-pair-share” (Lyman, 1992).

Pada pendekatan ini, seorang guru secara sederhana mengajukan suatu isu atau masalah kepada seluruh siswa dalam kelas-nya dan memberikan waktu sekitar 30 detik sampai 1 menit kepada siswa untuk berpikir atau menuliskan respon mereka.

Siswa-siswa kemudian secara berpa-sangan saling menjelaskan respon atau jawaban mereka kepada yang lain selama 3 sampai 5 menit. Akhirnya, mereka menjelas-kan jawaban mereka dalam diskusi kelas (klasikal). Karena teknik ini memerlukan waktu 4 sampai 6 menit, jadi dapat dilakukan sekali atau dua kali pada setiap sesi pembelajaran.

Format “think-pair-share” atau “write-pair-share” ini dapat berfungsi dengan baik pada mata pelajaran matematika, kimia, sejarah, filsafat, dan kritik seni. Sebagai bentuk variasi dari metode ini, guru dapat meminta siswa untuk menentukan pilihan atau keputusan tentang suatu isu atau masalah (misalnya, “Apakah kamu setuju jika Hadiah Nobel Perdamaian diberikan kepada presiden Obama?), lalu tanyakan kepada siswa alasan mereka. Selanjutnya, setelah mendengarkan berbagai informasi dari seluruh siswa, mereka dapat diminta untuk memutuskan kembali, dan siswa yang mengubah keputusannya dapat ditanyakan alasannya (Fink, 2003).

Buzz Groups
McKeachie (2006) menggunakan teknik buzz group untuk menjamin partisipasi siswa dalam kelas ukuran besar. Dalam metodenya ini, ia meminta siswa untuk membentuk group-group yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa untuk membicarakan isu atau masalah yang diberikan.

Beliau meminta mereka untuk selalu memastikan bahwa setiap anggota group memberikan paling sedikit sebuah gagasan terhadap diskusi yang dilakukan. Setelah 10 menit, McKeachie memanggil salah satu dari setiap group untuk melaporkan dan bertanya pada kelompok (group) yang lain dan memin-ta kepada group yang sama pendapatnya atau sama hasil diskusi groupnya untuk mengangkat tangan.

Saat setiap group memberikan laporan diskusi, McKeachie (guru) mencatat poin-poin utama di papan tulis dan kemudian memadu-kan bahan tersebut untuk ceramah pada pertemuan berikutnya.

Three-Step Interview
Untuk proses pada kelompok kecil ini, pada awalnya siswa diminta bekerja secara berpasangan. Orang pertama mewawancarai atau bertanya pada orang kedua. Kemudian sebaliknya, orang kedua mewawancari atau bertanya pada orang pertama. Langkah selanjutnya, kedua siswa yang berpasangan ini bekerja sama dengan cara: orang pertama memberikan resume dari orang kedua, dan sebaliknya orang kedua memberikan resume dari orang pertama.

Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah

Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah

(Disajikan pada Temu Konsultasi dalam Rangka Koordinasi dan Pembinaan Kepegawaian Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional, Biro Kepegawaian, Griya Astuti Nopember 2006

Oleh : Suhardjono 
(Anggota tim penilai Karya Tulis Ilmiah guru dan pengawas.)

Pengantar
Kiranya, kita sependapat bahwa tenaga kependidikan memegang peran dalam mencerdaskan bangsa—pada sajian ini, guru digunakan sebagai acuan bahasan, namun demikian berbagai kebijakan umumnya juga berlaku bagi pengawas, penilik maupun pamong belajar. Karena itu, berbagai kebijakan kegiatan telah dan akan terus dilakukan untuk meningkatkan: karir, mutu, penghargaan, dan kesejahteraannya. Harapannya, mereka akan lebih mampu bekerja sebagai tenaga profesional 3 dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Salah satu kebijakan penting adalah dikaitkannya promosi kenaikan pangkat/jabatan guru dengan prestasi kerja. Prestasi kerja guru tersebut, sesuai dengan tupoksinya, berada dalam bidang kegiatannya: (1) pendidikan, (2) proses pembelajaran, (3) pengembangan profesi dan (4) penunjang proses pembelajaran. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan kebudayaan dan Kepala BAKN Nomor 0433/P/1993, nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pada prinsipnya bertujuan untuk membina karier kepangkatan dan profesionalisme guru. Kebijakan itu di antaranya mewajibkan guru untuk melakukan keempat kegiatan yang menjadi bidang tugasnya, dan hanya bagi mereka yang berhasil melakukan kegiatan dengan baik diberikan angka kredit. Selanjutnya angka kredit itu dipakai sebagai salah satu persyaratan peningkatan karir. Penggunaan angka kredit sebagai salah satu persyaratan seleksi peningkatan karir, bertujuan memberikan penghargaan secara lebih adil dan lebih professional terhadap kenaikan pangkat yang merupakan pengakuan profesi, serta kemudian memberikan peningkatan kesejahteraannya.

Permasalahan
Terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan kebijakan pengumpulan angka kredit, di antaranya adalah :
(a) Pengumpulan angka kredit untuk memenuhi persyaratan kenaikan dari golongan IIIa sampai dengan golongan IVa, relatif mudah diperoleh. Hal ini karena, pada jenjang tersebut, angka kredit dikumpulkan hanya dari tiga macam bidang kegiatan guru, yakni (1) pendidikan, (2) proses pembelajaran, dan (3) penunjang proses pembelajaran. Sedangkan angka kredit dari bidang pengembangan profesi, belum merupakan persyaratan wajib.  Akibat dari “longgarnya” proses kenaikan pangkat dari golongan IIIa ke IVa tersebut, tujuan untuk dapat memberikan penghargaan secara lebih adil dan lebih profesional terhadap peningkatan karir, kurang dapat dicapai secara optimal. Longgarnya seleksi peningkatan karir menyulitkan untuk membedakan antara mereka yang berpretasi dan kurang atau tidak berprestasi. Lama kerja pada jenjang kepangkatan, lebih memberikan urunan yang siginifikan pada kenaikan pangkat. Kebijakan tersebut seolah-olah merupakan kebijakan kenaikan pangkat yang mengacu pada lamanya waktu kerja, dan kurang mampu memberikan evaluasi pada kinerja professional.
(b) Permasalahan kedua, berbeda dan bahkan bertolak belakang dengan keadaan di atas. Persyaratan kenaikan dari golongan IVa ke atas relatif sangat sulit. Permasalahannya terjadi, karena untuk kenaikan pangkat golongan IVa ke atas diwajibkan adanya pengumpulan angka kredit dari unsur Kegiatan Pengembangan Profesi. Angka kredit kegiatan pengembangan profesi –berdasar aturan yang berlaku saat ini—dapat dikumpulkan dari kegiatan : 1. 2. 3. 4. 5. menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI), menemukan Teknologi Tepat Guna, membuat alat peraga/bimbingan, menciptakan karya seni dan mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

Sayangnya, karena petunjuk teknis untuk kegiatan nomor 2 sampai dengan nomor 5 belum terlalu operasional, menjadikan sebagian terbesar guru menggunakan kegiatan penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) sebagai kegiatan pengembangan profesi. Sementara itu, tidak sedikit guru dan pengawas yang “merasa” kurang mampu melaksanakan kegiatan pengembangan profesinya (= yang dalam hal ini membuat KTI) sehingga menjadikan mereka enggan, tidak mau, dan bahkan apatis terhadap pengusulan kenaikan golongannya. Terlebih lagi dengan adanya fakta bahwa (a) banyaknya KTI yang diajukan dikembalikan karena salah atau belum dapat dinilai, (b) kenaikan pangkat/golongannya belum memberikan peningkatkan kesejahteraan yang signifikannya, (c) proses kenaikan pangkat sebelumnya – dari golongan IIIa ke IVa yang “relatif lancar”, menjadikan “kesulitan” memperoleh angka kredit dari kegiatan pengembangan profesi, sebagai “hambatan yang merisaukan”.

Posisi Karya Tulis Ilmiah dalam Kegiatan Pengembangan Profesi
Sebagaimana diutarakan sebelumnya, kenaikan pangkat/jabatan Guru Pembina /Golongan IVa ke atas, mewajibkan adanya angka kredit dari kegiatan Pengembangan Profesi. Berbeda dengan anggapan umum yang ada saat ini, menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) BUKAN merupakan satu-satunya kegiatan pengembangan profesi. Menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) merupakan salah satu bentuk dari kegiatan pengembangan profesi guru. Pengembangan profesi terdiri dari 5 (lima) macam kegiatan, yaitu: (1) menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI), (2) menemukan Teknologi Tepat Guna, (3) membuat alat peraga/bimbingan,(4) menciptakan karya seni dan (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Namun, dengan berbagai alasan, antara lain karena belum jelasnya petunjuk operasional pelaksanaan dan penilaian dari kegiatan selain menyusun KTI, maka pelaksanaan kegiatan pengembangan profesi, sebagian terbesar dilakukan melalui KTI. Diketahui bahwa KTI adalah laporan tertulis tentang (hasil) suatu kegiatan ilmiah. Karena kegiatan ilmiah itu banyak macamnya, maka laporan kegiatan ilmiah (= KTI) juga beragam bentuknya. Ada yang berbentuk laporan penelitian, tulisan ilmiah populer, buku, diktat dan lain-lain. KTI dapat dipilah dalam dua kelompok yaitu (a) KTI yang merupakan laporan hasil pengkajian /penelitian, dan (b) KTI berupa tinjauan/ulasan/ gagasan ilmiah. Keduanya dapat disajikan dalam bentuk buku, diktat, modul, karya terjemahan, makalah, tulisan di jurnal, atau berupa artikel yang dimuat di media masa. KTI juga berbeda bentuk penyajiannya sehubungan dengan berbedanya tujuan penulisan serta media yang menerbitkannya. Karena berbedanya macam KTI serta bentuk penyajiannya, berbeda pula penghargaan angka kredit yang diberikan.

Macam KTI (1) Penelitian; (2) Karangan Ilmiah (3) Ilmiah Populer; (4) Prasaran Seminar (5) Buku; (6) Diktat; (7) Terjemahan
Meskipun berbeda macam dan besaran angka kreditnya, semua KTI (sebagai tulisan yang bersifat ilmiah) mempunyai kesamaan, yaitu hal yang dipermasalahkan berada pada kawasan pengetahuan keilmuan kebenaran isinya mengacu kepada kebenaran ilmiah kerangka sajiannya mencerminan penerapan metode ilmiah tampilan fisiknya sesuai dengan tata cara penulisan karya ilmiah.

Salah satu bentuk KTI yang cenderung banyak dilakukan adalah KTI hasil penelitian perorangan (mandiri) yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan sekolah dalam bentuk makalah (angka kredit 4). Niat guru untuk menggunakan laporan penelitian sebagai KTI sangatlah tinggi. Namun, ada sebagian guru yang masih merasa belum memahami tentang apa dan bagaimana penelitian pembelajaran itu. Akibatnya, kerja penelitian dirasakan sebagai kegiatan yang sukar, memerlukan biaya, tenaga dan waktu yang banyak, hal mana tentu tidak sepenuhnya benar.

Mengapa banyak KTI yang belum memenuhi syarat?
Berdasar pengalaman dalam proses penilaian, terdapat hal-hal sebagai berikut. (a) Dari KTI yang diajukan, tidak sedikit—berupa KTI orang lain yang dinyatakan sebagai karyanya, atau KTI tersebut DIBUATKAN oleh orang lain, yang umumnya diambil (dijiplak) dari skripsi, tesis atau laporan penelitian. Pernah terjadi di beberapa daerah, di mana sebagian besar KTI yang diajukan sangat mirip antara yang satu dengan yang lainnya. (b) Banyak pula KTI yang berisi uraian hal-hal yang terlalu umum. KTI yang tidak berkaitan dengan permasalahan atau kegiatan nyata yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pengembangan profesinya. Mengapa demikian? Karena KTI semacam itulah yang paling mudah ditiru, dipakai kembali oleh orang lain dengan cara mengganti nama penulisnya. Sebagai contoh KTI yang berjudul: (a) Membangun karakter bangsa melalui kegiatan ekstra kurikuler, (b) Peranan orang tua dalam mendidik anak, (c)Tindakan preventif terhadap kenakalan remaja, (d) Peranan pendidikan dalam pembangunan, dll. KTI di
atas tidak menjelaskan permasalahan spesifik yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab guru. Jadi, meskipun KTI berada dalam bidang pendidikan tetapi (a) apa manfaat KTI tersebut dalam upaya peningkatan profesi guru?, (b) bagaimana dapat diketahui bahwa KTI tersebut adalah karya guru yang bersangkutan?

Akhir-akhir ini kegiatan membuat KTI yang berupa laporan hasil penelitian, menunjukan jumlah yang semakin meningkat, hal ini karena: 1. Para guru makin memahami bahwa salah satu tujuan kegiatan pengembangan profesi, adalah dilakukannya kegiatan nyata di kelasnya yang ditujukan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajarannya. Bagi sebagian besar guru, melakukan kegiatan seperti itu, sudah sering/biasa dilakukan 2. Kegiatan tersebut, harus dilaksanakan dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah, karena hanya dengan cara itulah, mereka akan mendapat jawaban yang benar secara keilmuan terhadap apa yang ingin dikajinya. 3. Apabila kegiatan tersebut dilakukan di kelasnya, maka kegiatan tersebut dapat berupa penelitian eksperimen, atau penelitian tindakan yang semakin layak untuk menjadi prioritas kegiatan. Kegiatan nyata dalam proses pembelajaran, dapat berupa tindakan untuk menguji atau menerapkan hal-hal baru dalam praktik pembelajarannya. Saat ini, berbagai inovasi baru dalam pembelajaran, memerlukan verifikasi maupun penerapan dalam proses pembelajaran.

Penelitian Pembelajaran yang Dilakukan di Kelas
Berbagai kegiatan pengembangan profesi yang dapat dilakukan guru dengan melibatkan para siswanya, antara lain adalah dengan melakukan penelitian di kelasnya. Ada dua macam penelitian yang dapat dilakukan di dalam kelas, yaitu: (a) penelitian eksperimen, dan (b) penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian eksperimen atau PTK–lihat contoh ptk atau di sini, lebih diharapkan dilakukan guru dalam upayanya menulis KTI karena: (1) Merupakan laporan dari kegiatan nyata yang dilakukan para guru di kelasnya dalam upaya meningkatkan mutu pembelajarannya – (ini tentunya berbeda dengan KTI yang berupa laporan penelitian korelasi, penelitian diskriptif, ataupun ungkapan gagasan, yang umumnya tidak memberikan dampak langsung pada proses pembelajaran di kelasnya), dan penelitian tindakan dapat dipandang sebagai tindak lanjut dari penelitian deskriptif maupun eksperimen; (2) Dengan melakukan kegiatan penelitian tersebut, maka para guru telah melakukan salah satu tugasnya dalam kegiatan pengembangan profesinya.

Penelitian eksperimen dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang akibat dari adanya suatu treatment atau perlakuan. Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetes suatu hipotesis dengan ciri khusus: (a) adanya variabel bebas yang dimanipulasi, (b) adanya pengendalian atau pengontrolan terhadap semua variabel lain kecuali variabel bebas yang dimanipulasi, (c) adanya pengamatan dan pengukuran tindakan manipulasi variabel bebas. terhadap variabel terikat sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan di memperbaiki / meningkatkan mutu praktik pembelajaran

Di samping kedua macam penelitian tersebut, ada pula yang dinamakan penelitian tindakan (action research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar-mengajar yang terjadi di kelas. PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan PTK adalah penelitian kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesionalnya. Pada intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas, yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar.

Macam KTI yang berasal dari Laporan Penelitian
Berdasar definsi pada Kepmendidbud No. 025/0/1995, makalah hasil penelitian adalah suatu karya tulis yang disusun oleh seseorang atau kelompok orang yang membahas suatu pokok bahasan yang merupakan hasil penelitian. Dengan demikian, KTI ini merupakan laporan hasil dari suatu kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Laporan hasil penelitian tersebut dapat disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain:
Buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional yang ditulis berdasar hasil penelitian yang dilakukan oleh guru, masih sangat terbatas jumlahnya. Sangat jarang guru mengirimkan KTI dalam bentuk ini. Berupa tulisan (artikel ilmiah) yang dimuat pada majalah ilmiah (jurnal) yang diakui oleh Depdiknas. Masing-masing jurnal ilmiah umumnya mempunyai persyaratan dan tata cara penulisan artikel hasil penelitian yang spesifik dan berlaku untuk jurnal yang bersangkutan. KTI yang diajukan guru dalam bentuk publikasi ini, akhir-akhir ini semakin meningkat jumlahnya.

Menilai KTI hasil Penelitian
Sebelum diajukan untuk dinilai, KTI harus terlebih dahulu dinilai oleh si penulis. Penulis hendaknya mampu menilai apakah KTI yang diajukannya, telah memenuhi syarat sebagai KTI yang benar dan baik. Bagaimana kriteria KTI yang benar dan baik? Di samping memakai berbagai kriteria penulisan karya tulis ilmiah yang umum dipergunakan, terdapat beberapa kriteria dan persyaratan yang khusus yang digunakan untuk menilai KTI dalam pengembangan profesi guru (lihat peraturan dan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Diknas, yang berkaitan dengan hal ini) Umumnya kerangka penulisan KTI yang berupa hasil laporan kegiatan penelitian, adalah sebagai berikut:

Ciri khusus KTI ini merupakan laporan hasil penelitian. Untuk dapat membuat laporan penelitian, si penulis terlebih dahulu harus melakukan penelitian. Kegiatan penelitian yang umum dilakukan oleh guru adalah di bidang pembelajaran di kelas atau di sekolahnya. Karena, tujuan pengembangan profesinya adalah di bidang peningkatan mutu pembelajarannya. Macam kegiatan penelitian pembelajaran yang umum dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, atau penelitian eksperimen di bidang pembelajaran. Kerangka Penulisan KTI laporan hasil penelitian umumnya terdiri dari tiga bagian utama yaitu: Bagian pendahuluan yang terdiri dari : halaman judul, lembaran persetujuan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran, serta abstrak atau ringkasan. Bagian Isi yang umumnya terdiri dari beberapa bab sebagai berikut (a) Bab I Pendahuluan atau permasalahan, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan, rumusan masalah, tujuan, kegunaan, dll, (b) Bab II Kajian Teori atau pembahasan kepustakaan, (c) Bab III Metode Penelitian (d) Bab IV Hasil Penelitian dan Diskusi Hasil Penelitian, (e) Bab V Kesimpulan dan Saran Bagian Penunjang yang umumnya terdiri dari sajian daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

Di samping kriteria-kriteria di atas, KTI laporan hasil penelitian itu harus memenuhi kriteria “APIK,” yang artinya adalah
A asli, penelitian harus merupakan karya asli penyusunnya, bukan merupakan plagiat, jiplakan, atau disusun dengan niat dan prosedur yang tidak jujur. Syarat utama karya ilmiah adalah kejujuran. P perlu, permasalahan yang dikaji pada penelitian itu memang perlu, mempunyai manfaat. Bukan hal yang mengada-ada, atau memasalahkan sesuatu yang tidak perlu lagi dipermasalahkan. I lmiah, penelitian harus berbentuk, berisi, dan dilakukan sesuai dengan kaidahkaidah kebenaran ilmiah. Penelitian harus benar, baik teorinya, faktanya maupun analisis yang digunakannya. K konsisten, penelitian harus disusun sesuai dengan kemampuan penyusunnya. Bila penulisnya seorang guru, maka penelitian haruslah berada pada bidang kelimuan yang sesuai dengan kemampuan guru tersebut. Penelitian di bidang pembelajaran yang semestinya dilakukan guru adalah yang bertujuan dengan upaya peningkatan mutu hasil pembelajaran dari siswanya, di kelas atau di sekolahnya.

Ciri-ciri yang menampak, KTI yang tidak “asli “ dapat terindentifikasi antara lain melalui, (1) adanya bagian-bagian tulisan , atau petunjuk lain yang menunjukkan bahwa karya tulis itu merupakan skripsi, penelitian atau karya tulis orang lain, yang dirubah di sana-sini dan digunakan sebagai KTI nya (seperti misalnya bentuk ketikan yang tidak sama, tempelan nama, dll); (2) terdapat petunjuk adanya lokasi dan subyek yang tidak konsisten; (3) terdapat tanggal pembuatan yang tidak sesuai; (4) terdapat berbagai data yang tidak konsisten, tidak akurat; (5) waktu pelaksanaan pembuatan KTI yang kurang masuk akal (misalnya pembuatan KTI yang terlalu banyak dalam kurun waktu tertentu); (6) adanya kesamaan isi, format, gaya penulisan yang sangat mencolok dengan KTI yang lain KTI yang tidak “perlu” , dapat terlihat antara lain dari; (7) masalah yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang berkaitan dengan upaya pengembangan profesi si penulis; (8)masalah yang ditulis tidak menunjukan adanya kegiatan nyata penulis dalam peningkatan / pengembangan profesinya sebagai guru; (9) permasalahan yang ditulis, sangat mirip dengan KTI yang telah ada sebelumnya, telah jelas jawabannya, kurang jelas manfaatnya dan merupakan hal mengulangulang; (10) tulisan yang diajukan tidak termasuk pada macam KTI yang memenuhi syarat untuk dapat dinilai.

KTI merupakan “bukti” dari kegiatan pengembangan profesi dari si penulis. Sehingga apa yang dipermasalahkan haruslah sesuatu yang diperlukan dalam upaya ybs untuk mengembangkan profesinya. Karena itu, harus jelas apa manfaat penelitian yang dilakukan bagi siswa di kelas / sekolahnya

Sebagai karya ilmiah, KTI harus menunjukkan bahwa masalah yang dikaji berada di khasanah keilmuan dengan menggunakan kriteria kebenaran ilmiah dan mengunakan metode ilmiah serta memakai tatacara penulisan ilmiah.

Hal yang ditulis dalam KTI harus sesuai (konsisten) dengan kompetensi si penulis, dan sesuai dengan tujuan si penulis untuk pengembangan profesinya sebagai guru

KTI yang tidak “ilmiah” dapat terlihat dari, (1)masalah yang dituliskan berada di luar khasanah keilmuan; (2) latar belakang masalah tidak jelas sehingga tidak dapat menunjukkan pentingnya hal yang dibahas dan hubungan masalah tersebut dengan upayanya untuk mengembangkan profesinya sebagai widyaiswara; (3) rumusan masalah tidak jelas sehingga kurang dapat diketahui apa sebenarnya yang akan diungkapkan pada KTInya; (4) kebenarannya tidak terdukung oleh kebenaran teori, kebenaran fakta dan kebenaran analisisnya; (5) landasan teori perlu perluas dan disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas; (6) bila KTInya merupakan laporan hasil penelitian, tampak dari metode penelitian, sampling, data, analisis hasil yang tidak / kurang benar; (7) kesimpulan tidak/belum menjawab permasalahan yang diajukan KTI yang tidak “konsisten” dapat terlihat dari; (8) masalah yang dikaji tidak sesuai dengan tugas si penulis sebagai guru; (9) masalah yang dikaji tidak sesuai latar belakang keahlian atau tugas pok

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More