Senin, 21 Maret 2011

TEORI BELAJAR

TEORI BELAJAR

Untuk memahami kegiatan dan proses belajar serta faktor-faktor yang menghambat kelancaran proses belajar, guru perlu memahami beberapa teori belajar. Pemahaman teori belajar memungkinkan guru dapat memprediksi hasil belajar serta membuat hipotesis kemajuan belajar siswa. Selain itu dengan bantuan teori, konsep dan prinsip-prinsip pembelajaran guru dapat mengelola pembelajaran menjadi lebih baik.

Terdapat perbedaan sudut pandang tentang teori dan proses belajar merupakan hal yang wajar. Namun perlu kita kaji kembali tiga teori yang paling sering disebut sebagai dasar pembelajaran, yaitu behaviourism, cognitivism dan constructivism.

BEHAVIORISME

Menurut aliran Behaviourism, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Terjadinya perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru adalah hasil interaksi antara stimulus dan respon. Meskipun semua penganut aliran ini setuju dengan premis dasar ini, namun mereka berbeda pendapat dalam beberapa hal penting.

Menurut teori ini pebelajar sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya, yang akan memberikan -pengalaman tertentu kepadanya. Belajar atau learning terjadi bila ada perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (Stimulus-Respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap kejadian yang datang dari luar.

Proses S-R ini terdiri beberapa unsur, yaitu

1.   unsur dorongan atau drive. Siswa merasakan adanya dorongankebutuhan ini;
2. adanya rangsangan atau stimulus. Kepada siswa diberikan stimulus yang dapat memberikan respons;
3.  respons dari siswa yang berupa suatu reaksi (respons) terhadap stimulus yang diterimanya misalnya dengan melakukan tindakan nyata;
4.  unsur penguatan (reinforcement) yang perlu diberikan kepada pebelajar agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons lagi.

Berikut tiga pakar Behaviourism yang berpandangan sama dalam hal S-R, yaitu hubungan stimulus-respon, namun juga berbeda pendapat dalam hal wujud dan faktor-faktor yang terjadi dalam proses belajar. (sumber: Bahan Ajar PEKERTI, 1995. Dikti).

1. Thorndike
Menurut Thorndike salah satu pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara Stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan Respon (yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan, atau gerakan). Telasnya, menurut Thorndike, perubahan tingkah laku itu boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa diamati).

Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana caranya mengukur berbagai tingkah laku yang non-konkret itu. Tetapi teori Thorndike telah banyak memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike ini juga disebut sebagai aliran Koneksionis (Connectionism). Perlu diketahui bahwa pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku.

2. Watson

Menurut Watson, pelopor lain yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang "bisa diamati" (observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai factor yang tak perlu diketahui. Hal ini tidak berarti bahwa semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting. Tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.

Hanya dengan asumsi demikianlah, kata Watson, kita bisa meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa. Dan hanya dengan demikianlah psikologi dan ilmu tentang belajar dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik.
Kita dapat melihat bahwa penganut aliran tingkah laku lebih suka memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua hal itu penting. Teori Watson ini juga disebut sebagai aliran Tingkah Laku (Behaviorism).

3. Skinner
Skinner, yang datang kemudian, mempunyai pendapat lain lagi dan mampu "menyederhanakan" kerumitan teorinya serta menjelaskan konsep-konsep yang ada dalam teorinya itu.

Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) menurut versi Watson tersebut di atas adalah deskripsi yang tidak lengkap. Respon yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respon yang dihasilkan. Sedangkan respon yang diberikan ini juga menghasilkan berbagai konsekwensi, yang pada gilirarmya akan mempengaruhi tingkah laku si siswa.

Karena itu; untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, kita harus memahami hubungan antara satu stimulus dengan stimulus lainnya, memahami respon itu sendiri, dan berbagai konsekwensi yang diakibatkan oleh respon tersebut (Bell-Gredler, 1986).

Skinner juga menjelaskan bahwa menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala sesuarunya menjadi bertambah rumit, sebab "alat" itu akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Misalnya, bila kita mengatakan bahwa "seorang siswa berprestasi buruk sebab siswa ini mengalami frustasi" akan menuntut kita untuk menjelaskan "apa itu frustasi". Dan teori Skinner ini besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar.

COGNITIVISME

Cognitivism menyatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat erat berhubungan dengan teori sibemetik.

Pada masa-masa awal mulai diperkenalkannya teori ini. Para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini).

Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses, yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh. Dalam konsep ini keluarlah rumusan teori Gestalt. Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian/unsur. Terkait dengan ini sehingga dalam kegiatan belajar sebenarnya bermula dari pengamatan. Pengamatan itu penting dilakukan secara menyeluruh.

Menurut aliran teori belajar Ilmu Jiwa Gestalt, seorang belajar jika mendapatkan insight ( pengertian atau pemahaman ). Insight ini diperoleh seseorang melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi tertentu. Adapun timbulnya Insight itu tergantung.

1. Kesanggupan : Maksudnya kesanggupan atau kemampuan intelgensia individu
2. Pengalaman : Karena belajar, berarti akan mendapatkan pengalaman dan pengalaman itu mempermudah muculnya insight.
3. Taraf Kompleksitas : Semakin kompleks semakin sulit.
4. Latihan : Dengan banyak latihan akan dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight , dalam situasi-situasi yang bersamaan yang dilatih.
5. Trial and error : Sering seseorang itu tidak dapat memecahkan suatu masalah. Baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, seseorang itu dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga akhirnya menemukan insight.

Dari aliran Ilmu Jiwa Gestalt ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting , antara lain :

1. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya.
2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3. Manusia berkembang secara keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
4. Belajar adalah perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas.
5. Belajar hanya berhasil apabila dicapai kematangan untuk memperoleh insight.
6. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi memberi dorongan yang menggerakan seluruh organisme.
7. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan suatu ibarat suatu bejana yang diisi.

Dalam praktek, teori ini antara lain terwujud dalam "tahap-tahap perkembangan" yang diusulkan oleh Jean Piaget, "belajar bermakna"-nya Ausubel, "belajar penemuan secara babas" {free discovery learning) oieh Jerome Bruner, dan teori interaksi sosial {Socially Mediated Learning) dengan model ZPD-nya Vygotsky.

1. Piaget
Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Piaget membaginya menjadi empat tahap, yaitu:
1. tahap Sensorimotor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun),
2. tahap Praoperasional (2/3 sampai 7/8 tahun),
3. tahap Operasional Konkret (7/8 sampai 12/14 tahun), dan
4. tahap Operasional Formal (14 tahun atau lebih).

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (praoperasional), dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operational konkrit dan operasional formal). Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berpikirnya. Maka, guru seyogyanya memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan materi pelajar dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.

Guru yang mengajar harus memperhatikan tahapan-tahapan ini agar tidak menyulitkan siswanya. Misalnya saja,mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang Pancasila kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha untuk "mengkonkretkan" konsep-konsep tersebut.

2. Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut "pengatur kemajuan belajar (Advance Organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang- mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.

Ausubel percaya bahwa "advance organizers" dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni:

a. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa;
b. Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa "saat ini" dengan apa yang "akan" dipelajari siswa; dan
c. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Untuk ini, pengetahuan dan penguasaan guru terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik. Hanya dengan demikian seorang guru akan mampu menemukan informasi, yang manurut Ausubel "sangat abstrak, umum, dan inklusif", yang mewadahi apa yang akan diajarkan itu. Selain itu, logika pikir guru juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika berpikir yang baik, guru akan mendapat kesulitan memilah-milah materi pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat, serta mengurutkan materi demi materi ini ke dalam struktur urutan yang logis dan mudah dipahami.

3. Bruner

Bruner mengusulkan teorinya yang disebut "free discovery learning". Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik bila guru kreatif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya.

Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep "kejujuran", misalnya, siswa tidak pertama-tama menghafal definisi kata itu, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran, dan dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata "kejujuran".

Lawan dari pendekatan ini disebut "belajar ekspositori" (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini, siswa disodori sebuah informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi ini melalui contoh-contoh khusus dan konkret. Dalam contoh di atas, siswa pertama-tama diberi definisi tentang "kejujuran", dan dari definisi itulah siswa diminta untuk mencari contoh-contoh konkret yang dapat menggambarkan makna kata tersebut. Proses belajar ini jelas berjalan secara deduktif.

Istilah strategi kognitif dipakai oleh Arends (1988) untuk strategi berpikir yang bersifat komplek yang berkenaan dengan kecakapan menerima, menyimpan, dan mencari kembali informasi.

CONTRUCTIVISM

Menurut ahli para Constructivism, "belajar" merupakan pemakna pengetahuan. Sedangkan pengetahuan bersifat temporer, selalu berubah. Karena segala sesuatu bersifat temporer maka manusialah yang harus memberi makna terhadap realitas. Dalam hal ini belajar adalah proses pemaknaan informasi baru.

Pada kenyataannya kita tidak pernah memperoleh pengetahuan yang telah jadi atau dalam paket-paket, yang dapat dipersepsi secara langsung. Semua pengetahuan, metode untuk mengetahui, dan berbagai disiplin ilmu yang ada dalam masyarakat dibangun (constructed) oleh pikiran manusia.

Constructivism adalah salah satu filsafat yang percaya bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld, 1988 dan Matthews, 1944 dalam Suparno 1997), Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada, tetapi merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Proses pembentukan pengetahuan ini berjalan terus menerus dan setiap kali ada reorganisasi karena terjadi suatu pemahaman baru.

Para ahli teori konstruktif percaya bahwa pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan dari otak seseorang (guru) ke kepala yang diajar (siswa). Siswa sendiri yang harus mengartikan atau memberi makna apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman—pengalaman mereka. (Lorsbach & Tobin, 1992 dalam Suparno, 1997).

Maka penting bagi calon guru, menurut Northfieid, Gunstone, dan Erickson (1996) untuk selalu aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka. Guru perlu belajar bagaimana mengajar secara konstruktif, mendalami bahan dan bidang ilmunya secara mendalam dan luas. Salah satu dasar atau prinsip pembelajaran kontekstual (CTL) adalah filsafat konstruktivisme.

Berdasarkan sejumlah literatur tentang konstruktivisme, Widodo (2004) mengidentifikasi lima hal penting yang berkaitan dengan pembelajaran.

1. Pertama, pembelajar telah memiliki pengetahuan awal
Tidak ada pembelajar yang otaknya benar-benar kosong. Pengetahuan awal yang dimiliki pembelajar memainkan peran penting pada seat dia belajar tentang sesuatu hal yang ada kaitannya dengan apa yang telah diketahui.

2. Kedua, belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki
Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari suatu sumber ke penerima, namun pembelajar sendirilah yang mengkonstruk pengetahuan.

3. Ketiga, belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar
Karena pembelajar telah memiliki pengetahuan awal, maka belajar adalah proses mengubah pengetahuan awal siswa sehingga sesuai dengan konsep yang diyakini "benar" atau agar pengetahuan awal siswa bisa berkembang menjadi suatu konstruk pengetahuan yang lebih besar.

4. Keempat, proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu
konteks sosial tertentu.
Sekalipun proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam otak masing-masing individu, namun sosial memainkan peran penting dalam proses tersebut sebab individu tidak terpisah dari individu lainnya.

5. Kelima, pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
Guru atau siapapun tidak dapat memaksa siswa untuk belajar sebab tidak ada seorangpun yang bisa "mengatur" proses berpikir orang lain. Guru hanyalah menyiapkan kondisi yang memungkinkan siswa belajar, namun apakah siswa benar-benar belajar tergantung sepenuhnya pada diri pembelajar itu sendiri.

HUMANISME

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.

Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :

1. suatu usaha yang positif untuk berkembang.
2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.

Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

Carl Rogers

Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak. Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy.

Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu: Kognitif (kebermaknaan) dan experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu: Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.

Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses, kata Rogers.

Dalam bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :

1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
5. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
6. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.

Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

1. Merespon perasaan siswa,
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa.
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan,
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa),
7. Tersenyum pada siswa

Belajar

Pengertian Belajar
Menurut Anita E.Wool Folk dalam Kartadinata, dkk (1999: 57) belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Berdasarkan defenisi belajar ini dapat diambil pengertian bahwa interaksi individu dengan lingkungannya yang membutuhkan pengalaman yang merupakan salah satu proses belajar. Proses interaksi tersebut yang disebut belajar haruslah menghasilkan suatu perubahan dalam diri individu, baik perubahasn pengetahuan maupun perubahan perilaku. Senada dengan apa yang dikemukakan Anita E. Wool Folk diatas, Garry dan Kingsley dalam Kartadinata, dkk (1997: 57) merumuskan defenisi belajar, yaitu:
"Belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan". Dalam defenisi belajar ini sudah lebih spesifik, sebab bentuk interaksi individu dengan lingkungannya dalam proses belajar adalah praktek dan latihan. Hal ini mengisyaratkan bahwa tidak semua interaksi dengan lingkungannya merupakan proses belajar.


Menurut Syah (1997: 94) belajar pada hakikatnya merupakan proses kognitif yang mendapat dukungan dari fungsi ranah psikomotor. Fungsi psikomotor dalam hal ini meliputi: mendengar, melihat, mengucapkan. Bila dikaitkan dengan defenisi belajar yang dikemukakan oleh Garry dan Kingsley, perubahan aspek behavioristik berupa keterampilan actual yang konkrit. Akan tetapi, belajar juga merupakan proses kognitif yang melibatkan proses psiko-mental.
Selain itu, perubahan tingkah laku yang terjadi secara kebetulan, reflex, kematangan dan perilaku sementara tidaklah dapat dikatakan sebagai proses belajar. Hal ini sesuai dengan apa yang didefenisikan Kartadinata, dkk (1999: 57-59) bahwa perilaku yang berupa (a) kecenderungan perilaku instinktif, (b) kematangan dan (c) perilaku keadaan sementara bukan merupakan perilaku belajar.
Defenisi belajar yang cukup relevan dengan uraian diatas dikemukakan oleh Hilgard dan Bower dalam Purwanto (1990: 84) yaitu:
"Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang terulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya)".




Berdasarkan defenisi belajar yang dikemukakan ahli diatas, ternyata belajar yang mengandung pengertian yang sangat luas dan kompleks. Dikatakan kompleks karena aktivitas belajar melibatkan banyak faktor dan dipandang luas karena belajar dapat dilihat dalam arti luas dan sempit.
Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (1994: 9) bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Kapabilitas yang ditimbulkan oleh aktivitas belajar merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan. Stimulus yang berasal dari lingkungan direspon oleh individu melalui proses kognitif sehingga menghasilkan kapabiliatas baru pada din' individu yang belajar.
Sardinian (2000: 20-21) mengemukakan pengertian belajar dalam arti luas sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Pengertian belajar yang dikemukakan Sardinian ini identik dengan aktivitas belaar yang dilakuakn siswa disekolah. Pada umumnya siswa disekolah dikondisikan dalam proses pembelajaran untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan dan skap menuju perkembangan kepribadiannya yang optimal.
Berdasarkan beberapa defenisi belajar yang dikemukakan ahli diatas, memang terdapat perbedaan. Namun dapat diambil hal-hal pokok dari pengertian belajar bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam arti luas yang ditandai dengan diperolehnya kecakapan baru yang bersifat permanen. Kecakapan baru tersebut merupakan hasil usaha. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Suryabrata (1984: 249) tentang hal-hal pokok yang disebut belajar, yaitu: (a) bahwa belajar itu membawa perubahan dalam arti behavioral changes, actual maupun potensiaol, (b) bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru (dalam arti Kentnis dan Fertingkeit), dan (c) bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Nasution (1998: 1) juga mengidentifikasikan ciri-ciri kegiatan yang disebut "Belajar", yaitu (1) belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada din' individu yang belajar, baik yang aktual maupun yang potensial, (2) perubahan itu pada dasarnya berupa didapatkannya kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan (3) perubahan itu terjadi karena usaha.
Ciri-ciri kegiatan atau aktivitas yang disebut belajar yang dikemukakan oleh Nasution, Suryabrata dan Kartadinata diatas merupakan batasan belajar yang jelas yang membedakan belajar dengan aktivitas bukan belajar. Bila ditarik kesimpulan dan ciri, defenisi maupun pengertian belajar yang dikemukakan oleh para ahli diatas, ternyata ada beberapa kesamaan dari pendapat para ahli tersebut tentang belajar yaitu: pertama, belajar merupakan suatu proses.
Proses yang dimaksudkan adalah proses sadar dan disengaja. Dalam proses tersebut tidak semata-mata bersifat behavioristik, akan tetapi juga bersifat proses kognitif. Proses sadar dan disengaja memisahkan proses pengembangan belajar dengan perkembangan atau perubaan yang bersifat sementara, instinktif maupun kematangan.
Kedua, proses perubahan tesebut merupakan proses perubahan tingkah laku dalam arti luas. Artinya perubahan pada ranah kognitif, efektif dan psikomotor. Selain itu perwujudan perilaku hasil belajar lainnya dapat berupa kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berpikir rasional, berpikir asosiatif, sikap, inhibisi, tingkah laku efekti dan sebagainya. Bila dikaitkan dengan penelitian ini bahwa perwujudan hasil belajar yang paling dekat yang akan dicapai adalah kebiasaan dan keterampilan bertanya pada diri siswa.
Seperti diuraikan dimuka, materi pembelajaran (bahan ajar) merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai standar kompetensi dan kompetens dasar. Secara garis besar, bahan ajar atau materi pembelajaran berisikan pengetahuan, keterampilan dan skap atau nilai yang harus dipelajari siswa.
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampila.n dan sikap atau nilai.
Ditinjau dari pihak guru, materi pembelajaran itu harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari pihak siswa, bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan menggunkaan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian belajar. (Depdiknas, 2006: 6)


2.2 Pembelajaran Matematika di SD
Beberapa pendekatan dalam pembelajaran Matematika di SD adalah antara lain berikut ini menurut Nasution, dkk (2005: 54) yaitu 1) Pendekatan lingkungan, 2) Pendekatan Konsep, 3) Pendekatan Nilai, 4) Pendekatan
Pemecahan Masalah, 5) Pendekatan Penemuan, 6) Pendekatan Inkuiri, 7) Pendekatan Keterampilan Proses, 8) Pendekatan Sejarah, 9) Pendekatan Deduktif atau Induktif, 10) Pendekatan Belajar Tuntas.
Kesemua pendekatan itu memungkinkan guru sebagai perancang pembelajaran untuk menggunakan berbagai pendekatan yang bervariasi dan berganti-ganti sesuai dengan karakteristik tujuan dan materi pembelajaran. Untuk pilihan metode pembelajaran Matematika di SD menurut Nasution, dkk (2005: 55) yaitu metode penugasan, diskusi, tanya jawab, latihan, metode ceramah, simulasi, proyek, studi lapangan, metode demonstrasi dan metode eksperimen.
Dalam perbaikan pembelajaran ini akan digunakan metode Demontrasi. Dalam melaksanakan Demontrasi sebaiknya murid sendiri yang melakukannya. Berikut ini karekateristk metode Demontrasi menurut Winataputra, dkk (1994: 18) sebagai berikut:
1. Mempertunjukkan objek yang sebenarnya
2. Ada proses peniruan
3. Ada alat bantu yang digunakan
4. Memerlukan tempat yang strategis
5. Guru atau siswa dapat melakukannya


Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode demonstrasi:
1. Mengamati sesuatu pada objek sebenarnya
2. Berpikir sistematis
3. Pemahaman terhadap proses sesuatu
4. Menerapkan suatu cara secara proses
5. Menganalisis kegiatan secara proses


Keunggulan metode demonstrasi :
1. Siswa dapat memahami sesuai objek sebenarnya
2. Dapat mengembangkan rasa ingin tahu siswa
3. Siswa dibiasakan untuk kerja secara sistematis
4. Siswa dapat mengamati sesuatu secara proses
5. Siswa dapat mengetahui hubungan struktural atau urutan objek
6. Siswa dapat membandingkan pada beberapa objek


Kelemahan metode demonstrasi :
1. Dapat menimbulkan berpikir konkrit saja
2. Bila jumlah siswa banyak efektifitas demonstasi sulit dicapai
3. Bergantung pada alat bantu
4. Bila demonstrasi guru tidak sistematis, demonstrasi tidak berhasil
5. Banyak siswa yang kurang berani.


2.3 Pembelajaran PKN di SD
Strategi membimbing anak yang mengalami kesulitan dalam belajar bahasa adalah sebagai berikut (Mulyati: 2004: 9.23) :
a. Tanya jawab
Tanya jawab dapat dilakukan secara individu atau kelompok. Dengan pendekatan bimbingan yang menggunakan metode tanya jawab memungkinkan guru untuk menjalin hubungan yang lebih akrab dengan siswa. Pendekatan ini akan memudahkan guru untuk memahami kelemahan dan kendala siswa dalam belajar bahasa.
b. Diskusi
Diskusi digunakan untuk memanfaatkan interaksi antar individu dalam kelompok untuk mengatasi kesulitan belajar bahasa yang dialami oleh kelompok siswa. Dengan berdiskusi, individu dapat mengenali diri mereka sendiri dan kesulitan yang mereka rasakan sehingga mereka mampu untuk mencari jalan pemecahan yang lebih tepat untuk dirinya. Tugas guru adalah membimbing siswa agar tidak putus asa setelah menemukan kelemahan dirinya.
c. Penugasan
Pemberian tugas tertentu kepada siswa secara individu ataupun kelompok akan sangat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar yang dialaminya. Selain itu siswa lebih terbantu untuk
memahami dirinya dan untuk memperbaiki cara belajar yang salah yang pernah dilakukannya.
d. Kerja Kelompok
Dengan kerja kelompok, diharapkan interaksi kelompok dapat memperbaiki diri siswa yang mengalami kesulitan belajar bahasa. Sebab adanya pengaruh dari anggota kelompok lainnya. Kegiatan kelompok akan dapat meningkatkan minat belajar siswa secara lebih optimal.
e. Tutor sebaya
Yang bertugas sebagai tutor adalah siswa yang ditunjuk guru berdasarkan kriteria tertentu, antara lain berprestasi lebih baik, hubungan sosialnya baik, disegani teman-teman. Tugas tutor membantu teman sekelasnya yang mengalami kesulitan belajar bahasa. Dalam melaksanakan tugasnya tutor selalu mendapat petunjuk dari guru.


2.4 Hasil Bimbingan
Dengan dilakukan bimbingan belajar tersebut diatas, penulis yakin upaya meningkatkan hasil belajar ini akan berhasil adanya, asal dengan melakukan bimbingan ini dengan sistematis, teratur dan disimplin adanya.


2.5 Hipotesis
Hasil Belajar Anak mengenai pokok bahasan Pecahan pada Mata Pelajaran Matematika dan Mengenal Pemerintahan Pusat pada Mata Pelajaran PKN akan dapat ditingkatkan dengan menggunakan beberapa metode mengajar seperti yang dicantumkan diatas.

Media Pembelajaran

Media Pembelajaran

A.    PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN
Media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa latin medius, yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’ (Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware). Sedangkan menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media. Pengertian ini sejalan dengan batasan yang disampaikan oleh Gagne (1985), yang menyatakan bahwa media merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Banyak batasan tentang media, Association of Education and Communication Technology (AECT) memberikan pengertian tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi. Dalam hal ini terkandung pengertian sebagai medium (Gagne, et al., 1988) atau mediator, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar -siswa dan isi pelajaran. Sebagai mediator, dapat pula mencerminkan suatu pengertian bahwa dalam setiap sistem pengajaran, mulai dari guru sampai kepada peralatan yang paling canggih dapat disebut sebagai media. Heinich, et.al., (1993) memberikan istilah medium, yang memiliki pengertian yang sejalan dengan batasan di atas yaitu sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Dalam dunia pendidikan, sering kali istilah alat bantu atau media komunikasi digunakan secara bergantian atau sebagai pengganti istilah media pendidikan (pembelajaran). Seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1994) bahwa dengan penggunaan alat bantu berupa media komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat berjalan dengan lancar dan dengan hasil yang maksimal. Batasan media seperti ini juga dikemukakan oleh Reiser dan Gagne (dalam Criticos, 1996; Gagne, et al., 1988), yang secara implisit menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam pengertian ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio, film, slide, foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran. Menurut National Education Association -NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak maupun audio visual beserta peralatannya.
Berdasarkan batasan-batasan mengenai media seperti tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.

B.     FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN
1.      Fungsi Media Pembelajaran Sebagai Sumber Belajar
Secara teknis, media pembelajaran sebagai sumber belajar. Dalam kalimat“sumberbelajar” ini tersirat makana keaktifan, yakni sebagai penyalur,penyampai, penghubung dan lain lain. Fingsi media pembelajaran sebagisumber belajar adalah fungsi utamannya di samping adannya funfsi funfsi lainyang akan kita bahas di dalam makalah ini.
Seperti telah di singgung di atas, bahwa media pembelajaran adalahbahasanya baru. Maka untuk beberapa hal media pembelajaran dapatmenggantikan fungsi guru terutma sebagai sumber belajar.
Mudhoffir dalam bukunya yang berjudul prinsip perinsip pengelolaansumber belajar (1992 : 1-2) menyebutkan bahwa sumber belajar padahakekatnyamerupakan komponen sistem instruksional yang meliputi pesan,orang, bahan, alat, tehknik dan lingkungan .yang mana hal itu dapatmempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan demikian sumber belajar dapat dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar dirui seseorang danmungkin memudahkan peroses belajar mengajar.
Pada usia sekolah terutama setelah menyelesaikan sekolah dasarnya, anakdidik telah mencapai tingkat kecerdasan sosial yang jelas sebagai hasilpengalamannnya dengan keluargannya. Kawan sekolahnnya, kelompokkelompojk keagamaan dan masyarakat. Dan media sosialnnya.

2.      Fungsi Semantik
Yakni kemempuan media dalam menambah  perbendaharaan kata (sombol variabel)  yang  makna atau maksudnya benar benar di pahami oleh anak didik.
Bahasa meliputi lambang (soimbol) dari isi. Yaknoi pikiran atau perasaanyamg keduannya telah menjadi totalitas pesan.yang tidak dapat di pisahkan.Unsur unsur dasar dari bahasa itu adalah ”kata”. Simbol adalah suatu yang digunakan untuk atau uang di pandang sebagai wakil suatu lainnya. Jadi, gambarharimau di pakai sebagai simbo keberanian. Kata hanya akan bermakna bilatelaj di rujukan kepada sejumlah relefan. Manusia lah yang memberi mkanakepada kata pada konteks pendidikan dan pembelajaran. Gurulah yang menjadimakna pada setiap kata yang di sampaikannya.
Bila simbol simbil kata variabel tersebut hanya merujuk pada benda, makamasalah komusnikasi akan menjadi masalah yang sederhana. Artinga guru tidakterlalu sulit untuk menjelaskan.

3.      Fungsi Manipulatif
Fungsi manipulatif ini di dasarkan pada ciri ciri (karakteristik) umumyang sebagai mana tersebut di atas. Berdasarkan karakteristik umum ini, mediamemiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas betas ruang dan waktu. Danmengatasi keternatasan inderawi.
Pertama, kemempuan media pembelajaran yang mengatasi ruang dan waktu, yaitu :
a.       Kemampuan media dalam menghadirkan objek atau peristiwa yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya.
b.      Kemampuan media menjadikan objek atau peristiwa yang menyita waktu panjang menjadi singkat.
c.       Kemempuan media dalam menghadirkan kembali objek atau peristiwa yang telah terjadi.
Kedua, kemempuan media pembelajaran dalam mengatasi keterbatasan inderawi manusia, yaitu :
a.       Membentu siswa memahami objek yang sulit di amati karena terlalu kecil, seperti molekul, atom, dan sel.
b.      Membentu siswa dalam memahami objek yang bergerak terlalu lambat atau terlalu cepat. Seperti prosesm etem or fos is .
c.       Membentu siswa dalam memahamiobjek yang membutuhkan kejelasan suara, seperti cara membeca al qur’an sesuai denan kaidah tajuwid.
d.      Membantu siswa memahami objek yang terlalu komleks, misalnya menggunakan diagram, peta, dan gerafik.


4.      Fungsi Psikologis
a.       Fungsi Atensi
Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian (attention) siswaterhadap materi ajar. Setiap orang memiliki sel saraf penghambat, yaknisel khusus yang berfungsi membuang sejumlah sensasi yang datang.Dengan adanya sel penghambat ini para siswa dapat memfokuskan perhatiannya pada rangsangan yang di anggapnya menarik dan membuan rangsangan yang lainnaya.
Dengan demikian, media belajar yang tepat guna adalahmediabelajar yang menarik dan memfokuskan siswa. Dalam psikologikomunikasi, fenomena ini terjadi ketika kita memperhatikan rangsangantertentu sambil membuang rangsangan yang lainnya di sebut perhatiaselektif (selctiv attention).
b.      Fungsi afektif
Fungsu afektif yakni menggugah perasaan, emosi, dan tingkatanpenerimaanatau penolakan siswa terhadap sesuatu. Setiap orang memilikigejala batin jiwa yang berisikan kualitas karakter dan kesadaran.iaberwujud pencurahan perasaan minat, dan sikap penghargaan, nilai nilai,atau perangkat emosi dan kecenderungan kecenderuangan batin.
Media pembelajaran yang tepat guna dapat meningkatkan sambutandan penerimaan siswa terhadap setimulus tertentu. Sambutan danpenerimaan tersebut berupa kemauan.dengan adannya mediapembelajaran, terlihat pada diri siswa kesediaan untuk menerima bebanpelajaran, dan untuk itu perhatiannya akan tertuju pada pembelajaran yangdi ikutinnya. Hal lain dari penerimaan itu adalah munculnya tanggapanyakni partisipasi siswa dalam keselurukan peroses pemeblajaran siswasecara suka rela, ini merupakan relaksasi siswa terhadap rangsangan yangdi terimannya. Pabila siswa tersebut di lakukan dengan terus menerus,maka tidak menutup kemungkinan jiwannya melakukan penilaian danpenghargaan terhadap nilai nilai atau norma normayang di perolehnnya.Pada tingkat tertentu nilai nilai atau norma norama itu akan di terimannyadan di yakininnya. Kemudian terjadilah pengorganisasiannilai nilainorma norma, kepercayaan, ide, dan sikap yang menjadi sistem batin yangkonsisten yag di sebut dengan karakteristik.
c.       Fingsi kognitif
Siswa yang belajar melalui media pembelajaran akan memperoleh dan menggunakan bentuk bentu reperensiyang mewakili objek objek yang di hadapi, baik objek berupa orang, benda, atau kejadian/peristiawa.Objek objek itu di reperensikan atau di hadirkan dalam diri sesorangmelalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang dalam psikologisemuannya merupakan sesuatu yang bersifat mental.
Belajar melalui peristiwa seprti darmawisata, ia mempumenceritakan pengalamannya selama melakukan kegiatan itu kepadatemannya. Tempet tempat yang ia kunjungi selama berdarma wisata tidakdi bawa pulang, dirinya sendiri juga tidak hadir di tempat darmawisata itusaat ia bercerita pada temannya tersebut. Tetapi semua pengalamantercatat di dalam benaknya. Dalam bentuk gagasan gagasan dantanggapan tanggapan. Gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam katakata yang di sampaikan kepada temannya yang mendengarkan ceritannya.Dengan demikian pengalaman selama berkunjung ke tempat darma wisatadi wakilkan atau di persentasikan dalam betuk gagasan atau tanggapanyang kedua dalam bentuk mental. Jelaslah kirannya, media pembelajaranitu telah andil delam mengembangkan kognitif siswa. Semakin banyak iadi hadapkan dengan obkek objek akan semakin banyak pula pikiran dangagasan yang di milikinya, atau semakin kaya dan luas pikiran kognitifnya.
d.      Fungsi imajinatif
Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengembangkanimajinatif siswa. Imajinatif dalam kamus lengkap psikologi adalah perosesmenciptakan objek atau peristiwatanpa pemenfaatan data sensoris.Imajinatif ini mencakup penimbuln atau kereasi objek objek baru sebagairencana di masa mendatang, atau dapat pula mengambil bentuk fantasi(khayal) yang di dominasi kuat sekali oleh pikiran pikiran autisik.
e.       Fungsi motivasi
Motivasi merupakan seni yang mendorong siswa untuk terdorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dengan demikian mitivasi merupakan usah dari pihak luar dalam hal ini adalah guru untuk mendorong, mengaktifkan, menggerakkan siswannya untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Guru dapat memotivasi siswanya dengan cara membangkitkan minat belajarnya dan dengan cara memberikan dan menimbulkan harapan. Donald O. Hebb (aminnudin Rasyid 2003 : 93) menyebutkan cara pertama dalam arousal dan kedua dalam expectancy. Yang pertama, aurosal adalah suatu usaha guru untuk membengkitkan intrinsic motive siswannya. Sedangkan dengan expectancy adalah suatu keyakinan yang secara seketika timbul untuk terpenuhi suatu harapan yang mendorong seseorag untuk melakukan kegiatan. Harapan akan tercapainnya hasrat dan tujuan dapat menjadi motivasi yang ditimbukan guru kedalam diri siswa. Salah satu pemberian harapan itu yakni dengan cara memudahkan siswa, bahkan yang dianggap lemah sekalipun dalam memahami dan menerima isi pelajaran yaknu melalui pemanfaatan media pembelajaran yang tepat guna.

5.      Fungsi Sosial Kultural
Fungsi media pembelajaran dilihat dari social cultural, yakni mengatasi hambatan sosio cultural antar peserta komunikasi pembelajaran. Bukan hal yang mudah untuk memahami para siswa yang memiliki jumlah yang cukup banyak (paling tidak dalam satu kelas berjumlah 40 orang). Masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda apalagi dihubungkan dengan adaptasi, keyakinan, lingkungan, pengalaman, dan lain-lain. Sedangkan dari pihalk lain, kurikulum dan materi ajar ditentukan dan dilakukan secara sama untuk setiap siswa. Tentunya guru akan menghadapi kesulitan terlebih guru harus mengatasinya sendirian. Apalagi bila latar belakang dirinnya (guru) baik adat, budaya, lingkungan, dan pengalaman yang berbeda dari para siswannya. Hal ini dapat diatasi dengan media pembelajaran, karena media pembelajaran memiliki kemampuan dalam memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan  menimbulkan  pesepsi  yang  ama.


C.    JENIS-JENIS MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran banyak jenis dan macamnya. Dari yang palng sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat oleh guru sendiri dan ada yang diproduksi pabrik. Ada yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang sengaja dirancang.
Berbagai sudut pandang untuk menggolongkan jenis-jenis media.
Rudy Bretz (1971) menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak):

1.      Media audio
2.      Media cetak
3.      Media visual diam
4.      Media visual gerak
5.      Media audio semi gerak
6.      Media visual semi gerak
7.      Media audio visual diam
8.      Media audio visual gerak

Anderson (1976) menggolongkan menjadi 10 media:
1.      Audio                                         : Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
2.      Cetak                                          : buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
3.      Audio-cetak                               : kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
4.      Proyeksi visual diam                  : Overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide)
5.      Proyeksi audio visual diam        : film bingkai slide bersuara
6.      Visual gerak                               : film bisu
7.      Audio visual gerak                     : film gerak bersuara, Video/VCD, Televisi
8.      Obyek fisik                                : Benda nyata, model, spesimen
9.      Manusia dan lingkungan            : guru, pustakawan, laboran
10.    Komputer                                   : CAI
Schramm (1985) menggolongkan media berdasarkan kompleksnya suara, yaitu: media kompleks (film, TV, Video/VCD,) dan media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu menggolongkan media berdasarkan jangkauannya, yaitu media masal (liputannya luas dan serentak / radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan / kaset audio, video, OHP, slide, dll), media individual (untuk perorangan / buku teks, telepon, CAI).
Henrich, dkk menggolongkan:

1.      Media yang tidak diproyeksikan
2.      Media yang diproyeksikan
3.      Media audio
4.      Media video
5.      Media berbasis komputer
6.      Multi media kit.

Media itu sendiri akan diklasifikasikan menjadi media visual, media audio, dan media audio-visual.
  
A. Media Visual
1.      Media yang tidak diproyeksikan
  1. Media realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman.
  2. Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf pada hewan. 
  3. Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah:
1)   gambar / foto: paling umum digunakan
2)  sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail. Dengan     sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan.
3)  diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi kehidupan dari sel samapai organisme.
4)  bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal.
5)  grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.

2.      Media proyeksi
a.       Transparansi OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu:
-                    Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu
-                    Membuat sendiri secara manual
b.      Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.

B. Media Audio
1.      Radio
Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.
2.      Kaset-audio
Yang dibahas disini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.

C. Media Audio-Visual
1.            Media video
Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.

2.            Media komputer
Media ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media lain. Selain mampu menampilkan teks, gerak, suara dan gambar, komputer juga dapat digunakan secara interaktif, bukan hanya searah. Bahkan komputer yang disambung dengan internet dapat memberikan keleuasaan belajar menembus ruang dan waktu serta menyediakan sumber belajar yang hampir tanpa batas.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More